Kiyai itu . . .
24 September 2009, hari ini Aku dan Ayahku pergi silaturrahim ke seorang kiyai desa yang biasa ngaji di musholah sebelah rumahku. Tepatnya di daerah Sawahan kecamatan Mojosari. Namanya Kiyai Abdurrahman dan akrab disapa dengan Yai Dur. Meski Aku dan Ayahku sering bertemu beliau, kami masih menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya secara langsung agar lebih afdhol katanya. Daerah sawahan dekat dengan rumahku sehingga dalam waktu beberapa menit dengan mengendarai motor bisa sampai. Ketika kami sudah di sana,
kami bertemu seseorang, badannya besar dan gendut, selidik demi selidik dia adalah orang pandaan yang hendak sowan (jawa : bertamu) dan sudah bertemu dengan pak Kiyai.
"Emm...pak! dimana pak kiyai . . .", tanya ayahku
"Itu beliau sedang menerima telpon dari saudaranya", jawab orang tersebut.
Tak lama kami menunggu, pak kiyai datang dari balik selambu pintu dalam rumahnya. Aku dan ayahku mencium tangannya sebagai penghormatan kepada yang lebih tua dan orang yang derajatnya lebih tinggi disisi-Nya. Aku, orang itu, dan ayahku mengobrol cukup lama dengan pak kiyai dan tak selang kemudian laki-laki itu mohon pamit pulang sehingga di ruang tamu yang lumayan besar itu tinggal kami bertiga.
Cerita mulai beralih kepemahaman yang lebih jauh tapi tetap mengasyikkan. Beliau bercerita tentang masa pencarian ilmunya dulu. Ditaksir beliau mondok selama tujuh tahun kemudian tidak mondok lagi. setahun setelah beliau di rumah beliau ingin merantau ke suatu daerah dan akhirnya ikut pada seorang kiyai. Di sana beliau ikut dalem.(tinggal sebagai khodim) selama bertahun-tahun. Beliau bercerita di sana pernah disuruh jaga warung, mengurus dapur, tambak, sawah berhektar-hektar. Setelah lama beliau di sana beliau minta izin untuk ikut seorang kiyai lagi untuk mengajar tentunya setelah menyelesaikan tugas akhir menggarap sawah. Dalam izinnya beliau ditanya oleh kiyainya.
"Bekalmu apa untuk mengajar di sana?"
"Ya... tolong doakan saja yai...semoga bisa mengajar", jawabnya dengan nada rendah dan tawadlu'
"Ya sudah . .. niatmu baik, semoga bisa berhasil mengajar di sana", sambung pak kiyai.
Dengan bekal doa itulah kemudian beliau pergi dan mengajar di suatu pondok tepatnya di daerah sawahan itu. Dalam hari-harinya beliau sebenarnya merasa bingung dengan materi apa yang hendak diajarkan kepada murid-murid nanti tapi apalah arti seorang hamba, hamba hanya berusaha dan Allah yang menentukan. Dengan doa yang tulus dari kiyainya serta izin Allah, baliau sangat aktif dan pandai dalam mengajar di pesantren itu. Pernah juga beliau ketika hendak mengaji di pesantren yang saat itu beliau tempati malah disuruh untuk nyileti kitab untuk mengaji esoknya sehingga beliau sulit untuk konsentrasi mengaji. Akan tetapi, berkat kesungguhannya dalam belajar beliau bisa dengan sendirinya memahami kitab-kitab kuning (semacam kitab ulama' zaman dulu) tanpa harus diajarkan oleh kiyai. Sampai akhirnya beliau sekarang menetap dan menikah dengan gadis di daerah itu, juga sudah mendirikan pesantren yang lumayan besar di sana.
HIKMAH
Sebenarnya lumayan aneh ya. . . tapi ini nyata memang. Ini hanya segelintir cerita aneh yang ada, masih banyak yang lebih aneh dan menarik untuk disimak. Tidak sedikit kiyai yang bisa tenar dan besar, dulunya hanya disuruh menyapu dan membersihkan WC di pesantrennya kemudian dengan sendirinya bisa. Jadi, walaupun saya dan teman-teman ngotot bersih keras untuk menggapai sesuatu sampai-sampai mengorbankan barang yang paling disayangi tidak kesampaian. Bisa saja. Atau bahkan sebaliknya tanpa pengorbanan ia bisa dapat sesuatu yang ia inginkan.Akan tetapi, perlu dicatat ! usaha hamba-Nya itu tidak akan disia-siakan. Selama hamba-Nya berusaha, kontribusi yang diberikan oleh Allah akan disesuaikan dengan usahanya. sekian
0 komentar:
Posting Komentar